Tahukah kalian readers selama ini
mungkin hampir setiap orang memiliki pemahaman bahwasanya proses pembelajaran
di sekolah sangat membosankan begitupun mengenai tugas-tugas yang diberikan
oleh guru terkadang terasa sangat sulit untuk dikerjakan. Bukan karena malas
namun karena individu tersebut tidak memiliki bakat akan tugas yang diberikan
guru, misalnya tugas membuat cerita sejarah, membuat kerajinan tangan, dll.
Kemudian hampir dari setiap kalangan beranggapan hal yang paling dikejar
sebagai peserta didik adalah nilai akhir yang tinggi dan mendapatkan peringkat
di kelas.
Apakah kalian pernah mendengar tentang
kurikulum merdeka wahai para readers? Ya, ini adalah kurikulum terbaru
pada masa kini yang diterapkan di Indonesia. Kurikulum ini ada sejak Indonesia
diserang oleh virus covid-19. Kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang
menerapkan kebebasan belajar terhadap peserta didik sesuai dengan
karakteristik, bakat, dan minat peserta didik namun tidak melupakan capaian
pembelajaran yang ingin dicapai serta harus merujuk pada Profil Pelajar
Pancasila (PPP).
Nah, ternyata dasar perubahan kurikulum
pendidikan Indonesia menjadi kurikulum merdeka dengan berlandaskan PPP merupakan
adaptasi dari pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara loh, readers.
Seperti kita ketahui sampai saat ini pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang masih
digunakan dalam dunia pendidikan adalah semboyan tut wuri handayan,
dimana simbol kata tersebut masih digunakan sebagai lambang topi sekolah
peserta didik. Selain itu Ki Hadjar Dewantara juga beranggapan “Peserta didik
harus dituntun untuk mengembangkan dirinya sesuai kodrat dan potensinya dengan
kasih sayang tulus, mendampingi, merawat dan menjaganya, serta memberikan doa
dan harapan untuknya.” Merujuk dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut
tentu saja seorang guru harus memiliki sifat among, momong, dan ngemong.
Dalam hal menyokong dan mendukung peserta
didik mengembangkan diri yang sesuai dengan kodrat dan potensi masing-masing
dirinya namun seorang guru juga harus melihat dari segi kodrat alam pada
lingkungan belajar tersebut, kemudian guru juga harus memperhatikan kehidupan
sosio kultural yang ada pada dalam maupun luar sekolah. Jadi para readers, dapat
kita simpulkan bahwasanya kita harus mengadopsi pendidikan dari luar misalnya
perkembangan teknologi namun kita tetap harus menyesesuaikannya dengan sosio
kultural Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Setelah penjelasan di atas, apakah pola pikir
kalian mengenai proses pembelajaran pada dunia pendidikan sudah berubah readers?
Semoga saja sudah ya, readers. Karena ternyata pendidikan pada era
sekarang peserta didiknya sudah merdeka mengembangkan diri mereka sehingga
tugas-tugas yang akan dikerjakan nantinya dapat dipilih sesuai dengan potensi
peserta didik tersebut namun tanpa melupakan capaian pembelajaran yang ingin di
capai dan sosio kultural yang ada di lingkungan sekitarnya.
Nah, selanjutnya untuk saya sendiri sebagai
seorang guru dan kalian para readers jika kalian berprofesi sebagai guru
juga. Mari sama-sama kita menerapkan pemikiran-poemikiran Ki Hadjar Dewantara
ini dalam pembelajaran di sekolah karena sesuai dengan kurikulum merdeka yang
saat ini sedang kita terapkan di sekolah. Hal-hal ini dapat kita mulai dari
sikap yang kita tunjukan yaitu sikap among, ngemong, dan momong serta
membiarkan peserta didik berkembang sesuai kodrat bakat dan minatnya.
Komentar
Posting Komentar